28/10/10

Sukses Pasca Kena PHK

Bagi Anda yang rajin shopping—ya paling nggak dalam satu bulan—ke Matahari Dept. Store atau ke Yogya Dept. Store atau kemana saja department store favorit Anda, tentunya tidak asing lagi dengan merk baju pria Andre Laurent. Siapakah orang di balik produk baju tersebut? Dia adalah Johanes Daloma seorang korban PHK karena kantor garment tempat dia bekerja kolaps lantas dilikuidasi pada tahun 1985. Sekarang Johanes adalah Presdir PT Bumi Pusaka Adhi Perkasa (BPAP), produsen baju Andre Laurent.

Johanes menceritakan, berdirinya BPAP diawali kepahitan. Sebelum terjun ke bisnis garmen, ia bersama-sama temannya sekantor kehilangan pekerjaan, alias di-PHK-kan, karena tempat mereka bekerja, PT Dua Perintis, pemegang merek Executive 99, kolaps akibat krisis ekonomi saat itu. Meski sempat bingung mau kerja apa, Johanes yang sebelumnya banyak berkecimpung di bagian pemasaran garmen, memutuskan untuk membuka perusahan garmen baru. ”Saya mengajak kawan-kawan yang pernah satu company di Executive 99 yang dilikuidasi tahun 1985,” ujar pria kelahiran Jakarta 1 Mei 1949 ini.

Pada 1985 itulah BPAP berdiri. Lalu, ia merekrut sekitar 30 karyawan dari staf hingga tukang jahit. Dari mana modalnya? Sebagian pinjaman dari keluarga dan sebagian lagi dari pemasok. Untuk lokasi produksi, ia memilih sebuah rumah di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. “Pada saat itu kami hanya bermodal mesin Butterfly Singer yang pakai motor tempel,” katanya mengenang. Mengenai sokongan dari pemasok, menurutnya, karena bisnis garmen ini pada dasarnya kepercayaan, maka ia bisa mendapatkan kredit dari pemasok.

Setelah 1,5 tahun berkembang, lokasi produksi pindah ke pabrik di kawasan Pulogadung. Menurut Johanes, menggarap bisnis garmen itu gampang-gampang susah. Pasalnya, bahan baku yang diterima dari pemasok kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya warna bahan tidak sama atau kancing tidak cocok. Itulah sebabnya, di industri ini pelaku garmen harus memiliki kemampuan kontrol mutu yang baik. “Persaingan begitu ketat dan makin sulit eksis,” katanya.

Johanes mengakui, dengan skala seperti sekarang mengelola perusahaannya lebih rumit ketimbang ketika masih berbentuk home industry. Sebab, ia harus mengurus banyak orang dengan berbagai macam karakter. Sebagai contoh, di satu sisi, ada masalah dengan upah minimum regional (UMR), sedangkan di sisi lain, karyawan tidak mencapai kinerja seperti yang diharapkan perusahaan. “Pemerintah harusnya memberi insentif karena industri ini padat karya,” ujarnya sambil menyebutkan total karyawan di pabrik mencapai 130 orang.

Selain bermain di pasar lokal, BPAP pun pernah menjajal pasar ekspor seperti Australia, Malaysia dan Belanda. Hambatannya, menurut Johanes, karena perusahaannya relatif belum besar, konsentrasi untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal terpecah. Padahal standar yang diminta untuk masuk ke pasar ekspor sangat tinggi dan detail. “Dari Australia masih ada order 500-1.000 potong tergantung event. Kami bukan menolak, kalau bisa syukur, kalau tidak ya tidak mengejar,” katanya simpel.

Uniknya, dalam memasarkan produknya, Johanes mengaku, BPAP tak memiliki bujet promosi yang jelas. Toh, Andre Laurent sering mengadakan kerja sama barter dengan beberapa radio berupa vocer belanja. Johanes menyebutkan, karena keterbatasan dana, promosi lebih banyak dengan pola below the line (BTL) dengan mengandalkan pramuniaga. “Jangan cuma mengharapkan satu orang beli, tapi bagaimana mengajak temannya atau keluarganya ikut beli juga,” ia berujar.

Untuk mengembangkan usaha garmennya ini, Johanes mulai melirik segmen young generation. Menurutnya, selama ini merek Andre Laurent dikenal sebagai produk untuk kalangan profesional. Padahal target pasar untuk kalangan anak muda sangat besar. “Kami akan buat Andre Laurent versi young generation. Apalagi, di musim graduate,” ujarnya.

Masih banyak sebenarnya orang-orang sukses pasca kena PHK di kantornya. Mudah-mudahan bisa menjadi motivasi bagi kita yang masih bekerja untuk menyiasati kondisi kantor bila mulai ada indikasi keterpurukan. Sukses! []